Bayangkan setiap hari harus menempuh perjalanan lebih dari 80 km demi masuk kantor. Kedengarannya kayak film action atau horor, padahal ini rutinitas saya sehari-hari: Serang, Banten → Kokas, Jakarta.
Buat sebagian orang, jarak rumah–kantor saya itu rasanya setara pulang kampung tiap hari. Kadang, saat baru pulang kerja, sudah harus mikir “besok bangun pagi buta lagi.” Tapi tulisan ini bukan sekadar curhat. Saya mau berbagi siasat supaya tetap produktif, tetap “waras,” dan bahkan bisa dapat sisi lucunya dari perjalanan panjang ini.
Strategi Perjalanan: Antara Subuh dan Tanggal Merah
Total perjalanan Serang–Kokas rata-rata 3 jam sekali jalan (kalau lancar). Itu pun harus disiasati matang-matang, bak strategi perang ala Muhammad Al Fatih.
- Hari biasa : Saya berangkat sekitar pukul 04:45–05:00, naik motor/ojol ke akses bus. Jalanan masih sepi, harapannya bisa sampai Jakarta jam 07:00. Tapi jangan salah, itu baru sampai Tomang. Dari situ lanjut lagi TransJakarta, transit dua kali, baru deh bisa sampai Kokas.
- Hari setelah libur panjang : Ini ibarat “hari pengungsian nasional.” Semua warga Serang yang ngekos di Jakarta balik bareng-bareng. Bus & elf penuh, situasinya mirip rebutan snack gratis di pantry kantor. Kalau biasanya berangkat jam 04:45, di hari itu harus lebih pagi lagi, maksimal jam 04:00 sudah tancap gas.
Transportasi: Antara Nyaman, Ngebut, dan Lutut Terjepit
Pilihan transportasi inilah yang menentukan nasib:
- Kereta Lokal + KRL → Murah dan lumayan pasti, tapi perjuangan fisik. Dari Serang–Rangkas lalu KRL ke Tanah Abang, lanjut ke Manggarai, terus bisa naik gojek ke Kokas. Waktu tempuh sekitar 2 jam, tapi bonusnya adalah skill bela diri untuk berebut tempat duduk.
- Elf Serang–Grogol → Jarak kursi sempitnya bikin lutut saya (173 cm) rasanya minus 20 cm ruang lega. Tapi… elf ini ngebut! Bisa 1 jam sampai Tomang dengan ongkos Rp30 ribu.
- Bus Primajasa → Ini versi “executive class.” Nyaman, AC dingin, kursi lega. Ongkos Rp50 ribu, tapi lebih lama karena bus sering mampir rest area.
Untuk pulang pun beda strategi: Kalau pulang cepat, elf adalah pilihan terbaik (tersedia sampai 19:30, ngebut pol). Kalau lembur, bus jadi penyelamat. Pastikan sudah naik bus sebelum tengah malam, biasanya titik kumpulnya di Slipi Jaya.
Siasat Tetap Produktif & Waras
Perjalanan panjang bukan alasan untuk jadi “korban jarak.” Justru di situlah produktivitas diuji.
- Skill survival: bisa tidur di kondisi apa pun, balas email sambil berdiri, atau maraton 3 album musik tanpa putus.
- Di rumah: jam 22:00–23:00 wajib tidur. Sebelumnya, waktu dihabiskan buat ngobrol sama anak dan istri (tanpa HP). Quality time singkat tapi efeknya luar biasa: energi langsung full charged.
- Di perjalanan pagi: selain tidur, kadang saya cicil kerjaan ringan, cek email, atau bikin plan harian. Jadi begitu sampai kantor, kerjaan sudah tertata.
- Di kantor: karena datang lebih awal (sekitar 07:30–08:00), saya masih sempat cuci muka, sholat dhuha, atau sekadar nonton YouTube sebentar sebelum mulai kerja serius.
- Pulang kerja: kalau tidak ada issue urgent, perjalanan pulang saya manfaatkan murni untuk istirahat.
- Hari libur: benar-benar dipakai buat recharge bareng keluarga, olahraga, dan istirahat. HP? Sebisa mungkin di-skip.
Perjalanan jauh ini memang melelahkan, tapi juga penuh pelajaran.
Saya belajar bahwa:
- Sabar bisa ditempa di jalan raya.
- Manajemen waktu itu harga mati.
- Bahagia bisa datang dari hal sederhana: sempat melihat anak tidur nyenyak, atau sempat ngobrol receh dengan istri sebelum berangkat.
Bagi sebagian orang, rutinitas Serang–Kokas terdengar gila. Tapi buat saya, justru di situlah saya dilatih untuk lebih disiplin, lebih kreatif, dan lebih tahan banting menghadapi tantangan hidup. Dan jujur aja… kalau saya bisa survive ngantor dengan LDR sejauh 80 km setiap hari, rapat jam 9 pagi sudah bukan apa-apa lagi.