Perbedaan Lisensi OJK dan BI

by Larassatti Dharma
14743 views
gambar ilustrasi laki-laki yang menunjuk dua sertifikat lisensi

Mungkin anda sudah familiar dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maupun Bank Indonesia (BI) serta perbedaan keduanya. Namun, biasanya tidak banyak yang mengenal perbedaan kepengurusan lisensi serta kegunaannya bagi perusahaan financial technology di Indonesia. Artikel ini membahas bagaimana lisensi yang dikeluarkan keduanya memiliki fungsi yang berbeda, meski berada pada sektor keuangan yang sama. 

Tugas dan wewenang OJK dan BI dalam sektor keuangan Indonesia 

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) memiliki peran dalam sektor perbankan untuk menjaga perekonomian Indonesia. Namun, kedua lembaga tersebut memiliki kewenangan berbeda dalam mengatur dan mengawasi perekonomian negara. 

OJK memiliki tugas utama untuk melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan dalam sektor perbankan, sektor pasar modal, sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan lembaga keuangan lainnya. OJK memiliki misi utama, yaitu mewujudkan terselenggaranya seluruh kegiatan di dalam sektor jasa keuangan secara teratur, adil, transparan dan akuntabel, mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, serta melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. 

Dibandingkan dengan OJK yang lebih terfokus untuk melakukan pengawasan terhadap sektor-sektor keuangan dalam negeri, BI memiliki tugas utama untuk menjaga dan mencapai kestabilan nilai rupiah dengan menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, menjaga sistem stabilitas keuangan, serta mengatur dan menjaga sistem pembayaran. 

BI juga mengedarkan uang rupiah kepada masyarakat melalui perbankan, sehingga dapat menjaga sistem pembayaran di Indonesia tetap stabil. Selain itu, BI mengendalikan bunga pinjaman dan bunga tabungan perbankan melalui BI Repo Rate yang secara langsung dan tidak langsung akan berdampak pada situasi moneter di Indonesia. 

Perbedaan kewenangan lisensi BI dan OJK pada fintech  

Seperti negara-negara lainnya, Indonesia mengalami pertumbuhan era digital yang begitu pesat yang telah mengubah gaya hidup masyarakat. Salah satunya mengenai penggunaan uang tunai, istilah cashless sudah menjadi tren yang digemari masyarakat. 

Perubahan sistem pembayaran menjadi digital ini merupakan hal yang sesuai dengan tujuan Bank Indonesia yang menggiatkan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) pada tahun 2014. Hingga pada tahun 2017, berdasarkan data dari BI, rata-rata nilai transaksi harian pengguna uang elektronik mencapai 60 miliar rupiah. Nilai tersebut naik sebesar 120 persen dibandingkan pada tahun 2016 yang tercatat hanya mencapai 27.7 miliar rupiah.  

Gerakan non-tunai tersebut kemudian mendorong para pelaku bisnis start-up untuk masuk ke industri teknologi finansial atau fintech dalam negeri. Banyak perusahaan yang kemudian memilih ikut untuk terjun ke dalam bisnis tersebut dan ingin mengurus izin beroperasi yang legal di Indonesia. Beragamnya model bisnis yang terjun ke sektor fintech menyebabkan pengurusan izin tersebut menjadi berbeda. Beberapa memerlukan lisensi BI atau OJK. 

Untuk mengajukan izin lisensi kepada BI, langkah awal yang perlu dilakukan adalah pre-audit. Hal ini memakan waktu yang cukup lama dan perusahaan biasanya tidak dapat beroperasi hingga proses audit selesai. Perusahaan fintech yang memerlukan izin dari BI merupakan perusahaan yang bergerak dalam penyediaan e-moneye-wallet, sistem pembayaran, dan lembaga-lembaga yang menjalankan transfer dana. Industri-industri tersebut harus melalui beberapa tahap perizinan di bank sentral sebelum dapat beroperasi.  

Berbeda dengan BI, pengurusan lisensi OJK dianggap lebih mudah dan menguntungkan. OJK cenderung mendahulukan perizinan dan melihat operasional perusahaan selama satu tahun berjalan. Jika dalam masa berjalannya perusahaan tersebut terdapat kesalahan atau kejanggalan, maka izin dapat dicabut. Jenis perusahaan fintech yang perlu mengurus izin legalitas ke OJK adalah perusahaan yang melakukan penghimpunan dana pelanggan. Contoh: industri perbankan itu sendiri, asuransi, pialang saham, peer to peer lending, fintech lending, dll. 

Perbedaan izin kepengurusan tersebut, sesuai dengan tugas dan wewenang dari masing-masing lembaga keuangan dengan langkah kepengurusan yang berbeda. NICEpay sebagai solusi payment Indonesia telah memiliki lisensi dari Bank Indonesia sebagai perusahaan payment gateway. NICEpay memiliki sistem yang  stabil, serta telah memiliki lisensi PCIDSS (Payment Card Industry Data Security Standard) untuk menjamin keamanan transaksi Anda. Sebagai perusahaan payment gateway Indonesia, NICEpay juga memiliki sistem deteksi risiko penipuan, FRISK yang dapat membantu mendeteksi transaksi yang terduga penipuan.

NICEpay memiliki kanal-kanal pembayaran yang beragam seperti: virtual account melalui 9 bank besar di Indonesia, debit online, kartu kredit, pembayaran lewat convenience store, dompet digital (e-wallet), disbursementpayment link, hingga SMS broadcast. 

Jika Anda tertarik untuk bergabung bersama merchant-merchant NICEpay lainnya, caranya sangat mudah, cukup dengan menekan tombol yang tertera di bawah post ini. Untuk melihat penjelasan lebih lengkap terkait produk dan penawaran lainnya, Anda dapat mengunjungi website resmi kami di www.nicepay.co.id. 

 

Sumber: hukumonline.com, idntimes.com, lokadata.beritagar.id, liputan6.com